Selasa, 24 Januari 2012

PENDIDIKAN ESTETIKA

BAB I
PENDAHULUAN
Karya seni Islam dalam deretan khazanah pengetahuan tergolong karya cukup langka. Berbeda dengan manuskrip bidang keislaman lainnya seperti tafsir, teologi, fiqh dan tasawuf, perkembangan estetika Islam, agaknya, jauh tertinggal daripada bidang kajian di atas.
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dsb..
Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).

BAB II
                                                             PEMBAHASAN
  1. Surat Al-A’raf ayat: 26.
Artinya:“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwaitulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”.
Ayat tersebut menjelaskan dua fungsi pakaian, yaitu: penutup aurat dan perhiasan. Sebagian ulama bahkan menyatakan bahwa ayat tersebut berbicara tentang fungsi pakaian yaitu fungsi takwa, dalam arti pakaian dapat menghindarkan seseorang terjerumus ke dalam bencana dan kesulitan, baik bencana duniawi maupun ukhrawi.
Syaikh Muhammad Thahir bin ‘Asyur menjelaskan jalan pikiran ulama yang berpendapat demikian. Ia menulis dalam tafsirnya tentang ayat tersebut: Libaasut taqwa dibaca oleh Imam Nafi’ Ibnu Amir, Al-kisa’i, dan abu Ja’far dengan nashab  (dibaca Libasa sehingga kedudukannya sebagai objek penderita). Ini berarti sama dengan pakaian-pakaian lain yang diciptakan, dan tentunya pakaian ini tidak berbentuk abstrak, melainkan konkret. Takwa yang dimaksud disini adalah pemeliharaan, sehingga yang dimaksud dengannya adalah pakaian berupa perisai yang digunakan dalam peperangan untuk memelihara dan menghindarkan pemakainya dari luka dan bencana lain.
Namun ada juga yang membaca libasu at-taqwa, sehingga kata tersebut tidak berkedudukan sebagai objek penderita. Ketika itu, salah satu makna yang dikandungnya adalah adanya pakaian batin yang dapat menghindarkan seseorang dari bencana duniawi dan ukhrawi.
Berdasarkan tafsir ayat tersebut fungsi pakaian adalah:
1)      Penutup aurat
Adapun dalam fungsinya sebagai penutup, tentunya pakaian dapat menutupi segala yang enggan diperlihatkan oleh pemakai, sekalipun seluruh badannya. Tetapi dalam konteks pembicaraan tuntunan atau hukum agama, aurat dipahamai sebagai anggota badan tertentu yang tidak boleh dilihat kecuali oleh orang-orang tertentu. Bahkan bukan hanya kepada orang tertentu selain pemiliknya, islam tidak “senang” bila aurat khususnya aurat besar (kemaluan) dilihat oleh siapapun.
Adapun yang dikemukakan tersebut adalah tuntunan moral. Sedangkan tuntunan hukumnya tentu lebih longgar. Dari segi hukum, tidak terlarang bagi seseorang bila sendirian atau bersama istrinya untuk tidak berpakaian. Tetapi ia berkewajiban menutup auratnya, baik aurat besar (kemaluan) maupun aurat kecil. Ulama bersepakat menyangkut kewajiban berpakaian sehingga aurat tertutup, hanya saja mereka berbeda pendapat tentang batas aurat. Bagian mana dari tubuh manusia yang harus selalu ditutup.
Imam Malik, Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa lelaki wajib menutup seluruh badannya dari pusar hingga lututnya, meskipun ada juga yang berpendapat  bahwa yang wajib ditutup dari anggota tubuh lelaki hanya yang terdapat antara pusar dan lutut yaitu alat kelamin dan pantat. Wanita menurut sebagian besar ulama berkewajiban menutup seluruh anggota tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan, sedangkan Abu Hanifah sedikit lebih longgar karena menambahkan bahwa selain muka dan telapak tangan kaki wanita juga boleh terbuka. Tetapi Abu bakar bin Abdur-rahman dan Imam Ahmad berpendapat bahwa seluruh anggota badan perempuan harus ditutup.
Salah satu sebab perbedaan ini adalah perbedaan penafsiran mereka tentang maksud firman Allah dalam surat Al-Nur(24):31, “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang tampak darinya”.
2)      Perhiasan 
Perhiasan adalah sesuatu yang dipakai untuk memperelok. Tentunya pemakaiannya sendiri harus lebih dahulu menganggap bahwa perhiasan tersebut indah, kendati orang lain tidak menilai indah atau pada hakikatnya memang tidak indah. Al-Qur’an tidak menjelaskan apalagi merinci apa yang disebut perhiasan, atau sesuatu yang “elok”. Sebagian pakar menjelaskan bahwa sesuatu yang elok adalah yang menghasilkan kebebasan dan keserasian.
3)      Perlindungan (takwa)
Untuk Fungsi perlindungan bagi pakaian dapat juga diangkat untuk pakaian ruhani, libaas at-taqwa. Setiap orang dituntut untuk merajut sendiri pakaian ini. Benang atau serat-seratnya adalah tobat, sabar, syukur, qona’ah, ridha, dan sebagainya.
4)      Penunjuk identitas
Identitas atau kepribadian sesuatu adalah yang menggambarkan eksistensinya sekaligus membedakannya dari yang lain. Eksistensi atau keberadaan seseorang ada yang bersifat material dan imaterial (ruhani). Hal-hal yang bersifat material antara lain tergambar dalam pakaian yang dikenakannya.
2.      Surat Fussilat ayat: 41
Artinya : “Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa, dan pada setiap langit Dia meewhyukan urusan masing-masing. Kemudain langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.” (Fussilat/41:12)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menyempurknakan kejadian langit dangan menjadikannya tujuh lapis dalam dua masa. Masa yang dimaksud, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, adalah dua periode yang renatng waktunya sangat panjang. Pada awalnya, Allah menciptakan langit pertama dan kemudian disempurnakan menjadi tujuh langit yang berlapis-lapis. Selanjutnya dijelaskan bahwa setiap langit memiliki fungsi dan keadaan yang berbeda. Masing-masing langit memilikin kegunaan yang berbeda untuk kepentingan makhluk yang ada di bawahnya, misalnya: langit yang berfungsi memperkuat gaya tarik planet-planet, sehingga benda-bemda tetap bergerak pada orbitnya, tidak oleng, atau menyimpang yang mungkin bisa menyebabkan tabrakan antara satu dengan lannya.
Langit yang terdekat dengan bumi, dihiasi dengan bintang-bintang yang gemerlapan. Ada bintang yang bercahaya sendiri, dan ada pula yang hanya memantulkan cahaya , sinar matahari atau bintang lannya. Karena itu, cahayanya terlihat berbeda antara bitang satu dengan lainnya. Dan ketidaksamaan cahaya ini menimbulkan keindahan yang tiada taranya.
Semua ini merupakan ciptaan Allah Yang Mahakuasa, dan tunduk pada ketetapanNya. Tidak ada satupun yang menyimpang dari ketentuan yang  telah digariskan. Inilah kekuasaan Dia Yang Mahakuasa.
3.      Surat Yusuf ayat: 111


Artinya:“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”.
Ayat tersebut Allah S.W.T.  menegaskan tentang kisah Nabi Yusuf as. Dan kisah-kisah para rasul yang lain yang disampaikan-Nya bahwa demi Allah, sungguh pada kitab-kitab mereka terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal, yakni Al-Quran yang mengandung kisah-kisah mereka bukanlah cerita yang dibuat-buat sebagaimana dituduhkan oleh mereka yang tidak percaya, akan tetapi kitab suci itu membenarkan kitab-kitab suci dan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dalam bentuk prinsip-prinsip segala yang dibutuhkan umat manusia menyangkut kemaslahatan dunia dan akhirat mereka, dan disamping itu ia juga sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang ingin beriman.
Demikianlah surat ini berakhir serupa dengan uraian pendahulunya. Pendahulunya berbicara tentang Al-Qur’an: Alif, Lam, Ra’. Itu adalah ayat-ayat al-kitab yang nyata, dan akhirnyapun berbicara tentang Al-Qur’an bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan yang sebelumnya dan menceritakan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman.
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa semua kisah Nabi-nabi terutama Nbi Yusuf as bersama ayah dan saudara-saudaranya, adalah pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat, pkiran waras, sedang orang-orang yang lalai yang tidak memanfaatkan akal dan pikirannya itu untuk mendalami dan memahami kenyataan-kenyataan yang ada, maka kisah Nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya, tidak akan mengambil pelajaran dan peringatan dari padanya. Yang mampu dan kuasa menyelamatkan Nabi yusuf as setelah dibuang ke dasar sumur, mengangkat derajatnya sesudah ia dipenjarakan, menguasai negeri Mesir sesudah dijual dengan harga murah, meninggikan pangkatnya dari saudara-saudaranya yang ingin membinasakannya, mengumpulkan mereka kembali bersama kedua orang tuanya sesudahberpisah sekian lama, yang datang dari tempat jauh, tentunya sanggup dan kuasa pula memuliakan Muhammad, meninggikan kalimatnya, menenangkan agama yang dibawanya, membantu dan menguatkannya dengan tentara dan pengikut serta pendukung setia, sekalipun di dalam menjalani semuanya itu, sekali-kali ia mengalami kesukaran dan kesulitan. Kitab suci Al-Qur’an yang membawa kisah-kisah tersebut, bukanlah suatu cerita yang dibikin-bikin dan diada-adakan, tetapi ia adalah wahyu yang diturunkan dari Allah SWT dan ia mempunyai daya melemahkan tokoh-tokoh sastra dan pembawa berita yang ulung untuk menyusunyang seperti itu, dan ia diberitakan dari orang-orang yang tidak pernah mempelajari buku-buku dan tidak pernah bergaul dengan ulama-ulama cerdik pandai. Bahkan kitab Suci Al-Qur’an itu membenarkan isi kitab-kitab samawi yanng diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti kitab Taurat, kitab Injil dan kitab Zabur, tentunya ia masih murni, bukan yang sudah ditambah dengan khufarat dan lain-lain hal yang tidak menggambarkan lagi kemurniannya. Di dalam kitab Suci Al-Qur’an itu diuraikan dengan jelas perintah-perintah Allah, larangan-laranganNya , janji-janji dan ancamanNya, sifat kesempurnaan yang wajib bagi-Nya dan maha Sucii dari sifat-sifat kekurangan dan hal-hal yang lain.
Al Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang meneliti dan mendalami isinya dan orang-orang yang membacanya dengan penuh kesadaran. Dia akan membimbing kejalan yang benar, amal saleh dan kebahagian dunia dan akhirat. Dia adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang membenarakan dan mempercayainya serta mengamalkan isinya, karena iman itu ialah ucapan yang dibenarkan oleh hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan makalah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
  • Dalam surat Al-A’raf ayat 26 berisis tentang fungsi pakaian adalah:
1)      Penutup aurat
2)      Perhiasan
3)      Perlindungan (takwa)
4)      Penunjuk identitas
  • Dalam surat As-sajdah ayat 12 berisi tentang
Seorang yang bangga dan percaya diri, atau yang angkuh akan menegakkan kepala. Berbeda dengan  orang yang takut atau merasa hina. Dia akan menundukan kepala. Penundukan itu, serupa dengan menjadikan yang diatas menjadi yang dibawah.
  • Dalam surat Yusuf ayat 111 Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa semua kisah Nabi-nabi terutama Nbi Yusuf as bersama ayah dan saudara-saudaranya, adalah pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat, pkiran waras, sedang orang-orang yang lalai yang tidak memanfaatkan akal dan pikirannya itu untuk mendalami dan memahami kenyataan-kenyataan yang ada, maka kisah Nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya, tidak akan mengambil pelajaran dan peringatan dari padanya.

DAFTAR PUSTAKA
Dasuki, hafizh,dkk. 1990. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf.
Hamka. 1984.Tafsir Al Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Shihab, M. Quraisy.2002. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.       Jakarta: Lentera Hati.

Tidak ada komentar: