Sabtu, 24 Januari 2009

Ajaran alm. Habib Anis Tentang Bersyukur

Suatu hari, alm Habib Anis mengajak Habib Husin Mulachela (pemimpin Majelis Khaer, Ragunan, Jakarta) ke sebuah vila di Tawangmangu, Solo. Vila tersebut sangat bagus. Apalagi jika berada di lantai 4, yang dindingnya terbuat dari kaca. Dari sini pemandangan alam Tawangmangu terlihat indah.

Habib Anis memberikan teropong kepada Habib Husin dan memintanya untuk mengamati alam di sekelilingnya.

"Husin, coba lihat pemandanganya, bagaimana?" tanya Habib Anis.

Habib Husin tidak menjawab. Ia hanya berdecak kagum. "Masya Allah….."

"Apa yang kamu lihat?" tanya Habib Anis lagi.

"Pemandangan di sini indah sekali, Bib," jawab Habib Husin

"Oh.., apakah ada yang lainya?"

Habib Husin mencoba mencari-cari dari teropongnya, apakah ada yang lain yang bisa di lihat.

"Bib, ada air terjun, ada taman bunga, Subhanallah, bagus sekali Bib!" kata Habib Husin.

"Ada yang lainya tidak?" Habib Anis kembali bertanya.

"Tidak. Tidak ada lagi yang saya lihat, selain pemandangan yang indah."

"Sayang, sayang, sayang… ternyata kamu perlu belajar mengenal syukur akan nikmat. Sebab, yang kamu lihat keindahan ciptaanya, tapi kamu tidak melihat siapa yang berada di balik itu. Yaitu yang menciptakan keindahan itu. Padahal yang menciptakan itu lebih indah lagi. Nah, dari situlah kamu akan tau bagaimana caranya bersyukur kepada Sang Pencipta itu," kata Habib Anis.

Habib Husin tersentak. Hatinya terasa teriris. Selama ini dia memang selalu bersyukur kepada Allah, tetapi ternyata syukur yang di maksud Habib Anis lebih dalam maknanya. Dia lalu beristighfar, dan insyaf bahwa ilmu agamanya masih dangkal. Tak terasa, air mata menetes dari pelupuk matanya.

Habib Anis lalu berkata, "Kita memang diperintahkan untuk melihat dan merenungi apa yang apa yang ada di alam semesta ini. Tapi, jangan sampai apa yang tercipta ini melekat dalam hati kita, tanpa menyertakan penciptanya."

Bagi orang yang telah mencapai ma'rifah Allah, apa yang ada di alam semesta ini adalah cermin dari keagunga-Nya. Dari jejak ciptaanya ini, kita akan melihat kemuliaan-kemulian-Nya, yang akan memunculkan keinginan untuk mendekatkan diri dan kerinduan kepada Allah SWT.

Semoga cerita di atas tadi, bisa buat cermin bagi kita, untuk selalu bersyukur kepada-Nya dan apa yang di ciptakanya. Amin…..

By: GoezFoer

Rabu, 21 Januari 2009

Kakek…Untuk apa Tuhan menghadirkanku di dunia ini?


Sang Cucu:
Kakek…Untuk apa Tuhan menghadirkanku di dunia ini?

Sang Kakek:

Tuhan telah mengajarimu segala sesuatu. Segalanya telah tertulis di dalam dirimu. Sebelum kau datang kemari, Dia berkata kepadamu, “Aku mengirimmu ke sekolah bernama dunia. Ia hanyalah tempat sementara. Kau harus pergi ke sana untuk sementara waktu untuk belajar mengenai sejarah-Ku, sejarahmu, dan sejarah lainnya. Kau harus mengerti siapa yang menciptakan segala sesuatu, siapa yang bertanggungjawab terhadap segala sesuatu, siapa Penjaga yang menjaga dirimu, dan apa milikmu yang sesungguhnya. Ketika kau telah belajar dan mengerti semua sejarah-sejarah ini, kau akan menyadari siapa dirimu dan siapakah Dia yang kau butuhkan, Sang Kebenaran, Dia Yang Maha Hidup.”

“Setelah kau mempelajari hal-hal ini semua, kau harus melewati suatu ujian. Lalu kau bisa membawa apa yang menjadi milikmu dan kembali ke sini. Tapi pertama, pergilah ke sekolah dan belajar. Lalu kembalilah.”

Tuhan mengatakan ini kepadamu dan kemudian mengirimmu ke sini. Sekarang adalah tugasmu untuk menemukan-Nya, untuk mengenal dirimu, dan untuk mengetahui apa kekayaanmu yang sejati. Itulah mengapa kau harus datang kemari. Maka, jadikan kebijaksanaanmu sebagai gunting dan periksalah milikmu dengan baik, potonglah apa-apa yang buruk. Dia telah memberikan segalanya kepadamu, tetapi kau harus memotong semua gambar yang kau ambil dengan kamera fotomu sendiri dan simpanlah hanya rol yang baik, itulah yang kau bawa menuju Penjagamu. Sambungkan semuanya dan singkirkan hal lainnya.

*********

Kerendahan Hati


Tidakkah kita ingat, ketika Rasulullah mendapat anugrah untuk memindahkan batu hajar al aswad ketempat asalnya setelah batu itu tergeletak jauh dari Ka’bah akibat terlanggar banjir ?. Dengan kerendahan dan kehalusan hatinya, Rasulullah melepas sorbannya dan meletakkannya ditanah, selanjutnya beliau meletakkan batu itu diatas sorban dan mempersilahkan para pemimpin kaum arab untuk memegang ujung sorban serta mengangkatnya mengembalikan ketempat asalnya. Walaupun kedua kejadian diatas merupakan peristiwa yang berbeda konteks, namun keduanya memiliki essensi yang sama, yakni mengedepankan tawadlu’, ikhlas dan toleransi.

Rasulullah bersabda : Berbahagialah orang yang rendah hati, bukan karena ia dalam keadaan miskin, … (al Hadits)

Rendah hati haruslah senantiasa bersemi didalam sanubari, agar manusia dapat mengetahui dan merasakan hakikat kehidupan. Karena dengan kerendahan hatilah manusia dapat menemukan “rasa” kehidupan ini.

Rasullah pernah bersabda :
Tidakkah aku pernah memberitahu kalian tentang manisnya ibadah ?, para shahabat bertanya : Apakah itu ?, Selanjutnya Rasulullah menjawab : Rendah hati .

Dengan kerendahan hati seseorang dapat memberikan warna indah bagi kehidupan ini, warna-warna sederhana namun penuh makna. Sebuah syair arab mengatakan :

Bertawadlu’lah engkau, niscaya engkau adalah bintang bercahaya Diatas permukaan air bintang itu akan terlihat indah Janganlah engkau sepeprti mendung hitam yang naik dengan sendirinya Ia begitu hina dilangit yang luas

Karena itu posisi seseorang tidak menentukan kehormatannya, tapi perilakunyalah yang menyebabkan ia terpandang, sebuah hadits berbunyi :

Kemulyaan itu adalah ketaqwaan, Kehormatan adalah kerendahan hati dan keyakinan adalah kekayaan.

Demikian berharga kerendahan hati, bahkan ketika Rasulullah dipersilahkan untuk memilih oleh Allah diantara dua pilihan, menjadi seorang hamba sekaligus seorang utusan, atau menjadi seorang Nabi sekaligus sebagai raja. Ketika itulah Rasulullah kesulitan untuk memilih, namun atas bantuan karibnya, Jibril, Rasullah akhrnya memilih menjadi seorang hamba sekaligus sebagai utusan. Dan sebagai balasan bagi orang-orang yang rendah hati, Allah telah menyiapkan anugerah yang tidak terhingga kelak dihari pembalasan, al Masih (Nabi Isa AS) pernah berkata :

Berbahagialah orang-orang yang rendah hati didunia, kelak dihari kiamat mereka adalah orang-orang yang memiliki tahta, berbahagialah orang-orang yang mendamaikan sesamanya didunia, mereka dihari kiamat nanti adalah orang-orang yang mewarisi firdaus, dan berbahagialah orang-orang yang suci hatinya didunia, pada hari kiamat nanti mereka adalah orang-orang yang akan melihat Allah. Subhanallah….

Semoga kita dianugerahi kerendahan hati. Amin.

Disadur dari Mukasyafah al Qulub al Muqarrib ila Hadzrat ‘Allam al Ghuyub karya al Ghazali ( diringkas dari Mukasyafah Kubro oleh DR. Syaikh Muhammad Rasyid al Qabbany)

Selasa, 20 Januari 2009

DOSA BESAR ATAU DOSA KECIL.... ???

Mau denger cerita… Abu Nawas… ??? Mau.. ??? Mau…??? Mau…??? (koyo iklaan waeee… red.). Oke lanjuuuutt… !!! Abu Nawas dianggap tokoh lucu… namun dianggap juga sebagai tokoh ulama, sufi.. orang Persia lahir tahun 750M di Ahwaz..dan meninggal tahun 819M di Baghdad… !!! Ia mengabdikan diri nya pada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad… !!! Karena Abu Nawas juga dianggap seorang ulama.. maka banyak muridnya … dan suatu ketika… ada tiga orang yang menanyakan kepada Abu Nawas pertanyaan yang sama… !!! Pertanyaannya adalah “Manakah yang lebih utama mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil… ???” :D

Orang pertama menanyakan hal itu, dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang mengerjakan dosa kecil.. !!!” Mengapa… tanya orang pertama. Sebab lebih mudah diampuni oleh Allah.. kata Abu Nawas. Orang pertama puas, yaagh karena ia memang yakin akan hal itu… !!!

Orang kedua menanyakan hal yang sama,… dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang tidak mengerjakan kedua-duanya… !!!” Mengapa begitu… tanya orang kedua. Yaagh dengan begitu tentu tidak memerlukan pengampunan Allah… kata Abu Nawas… !!! Orang kedua … langsung dapat mencerna penjelasan Abu Nawas…. !!!

Orang ketiga menanyakan juga hal yang sama… !!! Namun jawaban Abu Nawas adalah Orang yang mengerjakan dosa besar… !!! Mengapa … ??? tanya orang ketiga. Sebab pengampunan Allah kepada hambanya sebanding dengan besarnya dosa hambanya itu… !!! jawab Abu Nawas. Orang ketiga puas dengan penjelasan Abu Nawas… !!!

Seorang murid Abu Nawas … yang bingung menanyakan kepada Abu Nawas… !!! “Mengapa dengan pertanyaan yang sama menghasilkan jawaban berbeda… ??? tanyanya.

Jawaban Abu Nawas adalah manusia dibagi tiga tingkatan… yaitu tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati… !!! Seorang anak kecil melihat bintang di langit akan bilang bahwa bintang itu kecil… karena ia hanya menggunakan matanya… !!! Sebaliknya … seorang pandai akan mengatakan bahwa bintang itu besar.. karena ia berpengetahuan dan menggunakan otaknya… !!! Kemudian apa tingkatan hati… ??? Orang pandai yang melihat bintang di langit.. ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil… walau ia tahu bintang itu besar.. !!! Karena ia tahu dan mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Allah yang Maha Besar… !!!

Kemudian … murid tersebut menanyakan… “Wahai Guru… bagaimana mendapatkan ampunan dari Allah mengingat dosa-dosa yang begitu besar… ???”. Bisa… dengan melalui pujian dan doa… kata Abu Nawas… !!! Ajarkan doa itu wahai Guru… pinta murid Abu Nawas… !!!

Illahi lastu lil firdausi ahlan, walaa aqwa’ alannaril jahiimi, fahabli taubatan waqhfir dzunuubi, fa innaka ghafiruz dzambil adziimi ….

Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga. namun aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku. Sesungguhnya hanya Engkau pengampun dosa-dosa besar…

Slilit sang kiyai

Slilit...
Yah itulah orang menyebutya
Entah apa bahasa kerenya...
Ia tak pernah jd urusan nasional
Apalagi internasional...
Koran & majalah tak pernah meng"COVER"nya..
Perusahaan pun menyebutnya "TUSUK GIGI bukan TUSUK SLILIT"...
Namun begitulah
Silit...
Eh.. salah sory..
Slilit memusingkan kyai dialam kuburnya..
Bahkan menghambat TOURnya kealam surga..
Ternyata tusuk slilit itu diambilnya dari pagar oarang lain
Dan kyai itu belum minta izin pada pemiliknya
Apakah Allah SWT akan memaafkanya..???
Para santri berduka cita
membayangkan :"Itu baru slilit bagaimana kalau sebesar gelondongan kayu raksasa dihutan KALIMANTAN...???